Orangutan sering kali perlu ‘diselamatkan’ dari area perkebunan, desa, pertanian dan kebun buah-buahan, serta dari wilayah hutan yang terdegradasi. Upaya rescue atau penyelamatan juga perlu dilakukan pada situasi yang mengancam keselamatan dan kesejahteraan orangutan. Pada dasarnya, ‘evakuasi’ orangutan menjadi pilihan terakhir dan upaya ini mesti dilakukan oleh tim rescue yang sudah terlatih serta memiliki keterampilan luar biasa yang didukung dengan fisik kuat, kelincahan, dan pemahaman yang mumpuni tentang perilaku hewan dan efek farmakologis (efek samping pemberian obat-obatan). Aksi penyelamatan atau rescue orangutan telah diatur secara ketat dengan pedoman dan protokol-protokol resmi. Tetapi pada praktiknya, penyelamatan orangutan tidak selalu terjadi sesuai teori. Sebagai contoh, reaksi orangutan saat ditembak bius tidak dapat diprediksi. Sebagian besar orangutan tetap terjaga selama beberapa menit setelah dibius, tetapi ada beberapa yang jatuh hampir seketika setelah jarum suntik menembus kulit halusnya. Hal ini mengakibatkan orangutan yang telah dibius bisa saja jatuh menabrak dahan-dahan pohon atau jatuh ke tanah dan terluka. Sebaliknya, ada kemungkinan terdapat kasus di mana orangutan tetap terjaga dalam waktu yang lama setelah dibius, bukan tak mungkin orangutan tidak bisa bergerak turun atau bahkan dapat tertidur di dahan pohon. Ketika hal semacam ini terjadi, tim rescue perlu melakukan aksi penyelamatan di pohon dengan cara memanjat untuk mengamankan orangutan yang sedang tidak sadarkan diri. Tidak semua pohon memiliki cabang kuat dan memudahkan tim rescue dalam menyelamatkan orangutan yang tertidur di atas pohon. Ketrampilan memanjat pohon dari staf lapangan bisa dimanfaatkan dalam beberapa kegiatan konservasi, misalnya memasang camera trap untuk monitoring satwa liar, seperti yang ditunjukkan di dalam foto ini.
Go back to view gallery