Galeri ini menentang pandangan tentang pemisahan antara ‘keahlian’ dan ‘pekerjaan’. Ketimbang hanya mengaiteratkan ‘keahlian’ dengan sains dan ilmuwan Barat, kami menyoroti berbagai jenis kecakapan dan pekerjaan yang memungkinkan kegiatan konservasi dapat dilaksanakan. Oleh karenanya, di dalam galeri ini kami menyoroti pekerjaan penting di balik layar terkait pengumpulan dan analisis data ilmiah, mulai dari mengarahkan dan mengangkut peralatan penelitian melintasi medan yang sulit sampai dengan mendokumentasikan dan mengklasifikasikan spesimen-spesimen tanaman. Kami juga memaparkan bermacam jenis pekerjaan yang membutuhkan keterampilan khusus dan seringkali berisiko tinggi pada proses fasilitasi kegiatan konservasi. Mulai dari penggunaan berbagai jenis peralatan dan teknik dalam upaya ‘rescue’ atau penyelamatan dan pengangkutan orangutan, hingga memadamkan kebakaran hutan dan lahan yang secara berulang mengancam kesejahteraan manusia dan keberlangsungan hutan.
Kegiatan-kegiatan konservasi membutuhkan familiaritas berbasis wilayah, kecakapan fisik, pengalaman di lapangan, dan pengetahuan tradisional atau kearifan lokal, kesemuanya membentuk keahlian khusus yang esensial. Tuntutan seperti ini mengaburkan garis antara ‘keahlian’ dan ‘pekerjaan’ serta hirarki otoritas dan pengambilan keputusan yang sering diasumsikan sebagai unsur-unsur pembangun konservasi. Hal ini mengingatkan kita bahwa para ilmuwan bukanlah satu-satunya ‘pakar’ yang diperhitungkan dalam interaksi konservasi, juga mengajak kita untuk mempertimbangkan bagaimana kemudian keahlian dapat digambarkan dan dievaluasi.
Gambar-gambar pada galeri ini mengungkapkan bagaimana staf lokal dan anggota masyarakat dapat secara aktif membentuk pengetahuan dan strategi-strategi konservasi meskipun peran dan andil mereka hampir tidak pernah tampak atau diberitakan di dalam liputan internasional tentang konservasi orangutan. Dalam menjalankan tugas konservasi, staf lokal dan anggota masyarakat tidak putus-putusnya dihadapkan dengan pekerjaan kritis yang sangat rumit di mana pengorbanan ini sering tidak begitu dihargai. Mereka berperan dalam menerjemahkan bahasa antara dunia sosio-budaya yang berbeda, relasi kuasa serta rezim keahlian dan pengetahuan: katakanlah antara pengetahuan ekologi tradisional dan taksonomi ilmiah, atau antara kekhawatiran masyarakat lokal terkait akses serta pemanfaatan lahan, dan prioritas dalam pengelolaan kawasan konservasi. Dalam proses penerjemahannya, mencuat telaah tentang adanya friksi ‘tidy concepts [and protocols] meet with messy lives’ atau, konsep dan protokol yang rapi bertemu dengan kehidupan riil yang tak beraturan, sehingga berdampak signifikan terhadap proses konservasi orangutan di lapangan. Ketika konsep dan protokol tersebut diterjemahkan, pengetahuan dan model keahlian baru seperti apakah yang akan tercipta? Apakah kemudian bakal ada pengetahuan dan konsep yang hilang atau tertransformasi tanpa sengaja di dalam proses penerjemahannya? Pertanyaan menantang selanjutnya ialah bagaimana keterlibatan individu-individu dalam menerjemahkan konsep dan protokol konservasi orangutan dapat mengganggu kestabilan hierarki dan praktik konservasi tradisional? Serta, bagaimana mereka dapat memfasilitasi model konservasi yang berbasis kepentingan dan pengetahuan masyarakat lokal?